Sejarah
Tanjungpinang adalah sebuah kota di ujung selatan
Pulau Bintan,dan berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan kapal laut dari singapura
dan 3 jam dari Johor-Malaysia.Kota yang sarat akan sejarah, budaya dan adat
istiadat Melayu. Kondisi Geografisnya yang terdiri dari beberapa pulau
merupakan keistimewaan tersendiri bagi Kota Tanjungpinang. Salah satu pulau
yang sarat dengan sejarah adalah Pulau Penyengat, Pulau ini tidak terlalu
besar, hanya 3.5 Km 2 akan tetapi di Pulau ini terdapat banyak peninggalan
berupa potensi cagar budaya dengan wujud bangunan-bangunan arsitektural, makam,
dan Situs. Disisi lain Pulau Penyengat adalah tempat kelahiran Pahlawan
Nasional Bahasa Raja Ali Haji yang terkenal dengan Gurindam 12-nya
ini terletak pada lokasi yang sangat startegis yaitu berada di sebelah barat
Kota Tanjungpinang dan untuk kesana dapat dilewati dengan jalur transportasi
laut tak lebih dari 15 menit.
Dahulu Pulau yang berhadapan dengan Kuala Sungai Riau ini selalu menjadi tempat pemberhentian para pelaut yang lewat di kawasan ini terutama untuk mengambil air tawar. Konon suatu ketika para pelaut yang sedang mengambil air tawar tersebut diserang oleh sejenis lebah yang disebut Penyengat. Akibat serangan lebah tersebut, jatuh korban jiwa dari pelaut. Sejak saat itulah pulau ini dinamakan Penyengat Indera Sakti dan selanjutnya lebih dikenal dengan Pulau Penyengat sampai sekarang. Karena letaknya yang cukup strategis bagi pertahanan, Pulau Penyengat dijadikan Pusat Kubu pertahanan Kerjaan Riau oleh Raja Haji yang Dipertuan Muda Riau IV (termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid Fisabilillah/Marhum Teluk Ketapang) ketika melawan Belanda pada tahun 1782-1784.
Pada tahun 1803 Pulau Penyengat yang telah di bina dari dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dengan segala fasilitas yang memadai, dijadikan mahar dari Baginda Raja Sultan Mahmud kepada Raja Hamidah atau Engku Puteri, anak seorang yang dipertuan Riau yang terkemuka yaitu Raja Haji Fisabilillah atau Marhum Teluk Ketapang. Selanjutnya pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Para Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.
Dahulu Pulau yang berhadapan dengan Kuala Sungai Riau ini selalu menjadi tempat pemberhentian para pelaut yang lewat di kawasan ini terutama untuk mengambil air tawar. Konon suatu ketika para pelaut yang sedang mengambil air tawar tersebut diserang oleh sejenis lebah yang disebut Penyengat. Akibat serangan lebah tersebut, jatuh korban jiwa dari pelaut. Sejak saat itulah pulau ini dinamakan Penyengat Indera Sakti dan selanjutnya lebih dikenal dengan Pulau Penyengat sampai sekarang. Karena letaknya yang cukup strategis bagi pertahanan, Pulau Penyengat dijadikan Pusat Kubu pertahanan Kerjaan Riau oleh Raja Haji yang Dipertuan Muda Riau IV (termasyhur dengan gelar Raja Haji Syahid Fisabilillah/Marhum Teluk Ketapang) ketika melawan Belanda pada tahun 1782-1784.
Pada tahun 1803 Pulau Penyengat yang telah di bina dari dari sebuah pusat pertahanan menjadi negeri dengan segala fasilitas yang memadai, dijadikan mahar dari Baginda Raja Sultan Mahmud kepada Raja Hamidah atau Engku Puteri, anak seorang yang dipertuan Riau yang terkemuka yaitu Raja Haji Fisabilillah atau Marhum Teluk Ketapang. Selanjutnya pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Para Yang Dipertuan Muda Kerajaan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.
Motto Kota Tanjungpinang
“JUJUR BERTUTUR BIJAK BERTINDAK”
yang tertulis pada pita berwarna coklat mengandung makna amanah dan bijaksana
dalam menyelenggarakan pemerintah dan sebagai pelayan masyarakat dapat
memberikan kekekalan dan keabadian yang nyata bagi masyarakat Kota
Tanjungpinang. sumber:kemendagri